Rabu, 20 Juli 2011

Senin, 23 Mei 2011

Benarkah Sekolah Hanya Untuk Orang Kaya Saja ?

Sebuah tulisan yang pernah "terbaca" oleh ku menyatakan bahwa betapa mahalnya pendidikan di negara ini. Aku yakin sepenuhnya bahwa tulisan ini bukanlah tulisan "asal ngejeplak" saja. Pasti penulis telah banyak membaca apa yang telah berlaku selama ini pada pendidikan yang katanya adalah Hak Azasi setiap manusia, dan setiap insan berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Mungkin saja penulis telah banyak melihat dan membaca dari berbagai literatur bahwa pendidikan yang seharusnya menjadi hak setiap insan (di negeri ini) begitu banyak mendapatkan tantangan untuk pemenuhan hak tersebut. Salah satu masalah yang "simpel" adalah berapa dana yang harus dipersiapkan, juga berapa lama waktu yang dibutuhkan? Bagi mereka yang begitu "nyaman" dengan pertanyaan-pertanyaan ini, tentu bukan masalah berapa dana dan berapa lama waktu yang dibutuhkan. Namun bagi mereka yang setiap saat harus bertarung dengan kepentingan perut, tempat tinggal, waktu, serta kesempatan yang serba terbatas, tentu pertanyaan-pertanyaan ini akan menyumbangkan kepenatan dan kelelahan yang tak sedikit. Butuh seorang akuntan yang handal untuk memperhitungkan itu semua. Alih-alih membayar akuntan, dengan urusan perut saja sudah "kalah" mereka ini. Pasti ada pernyataan, bukankah banyak lembaga-lembaga yang memberikan dananya secara "cuma-cuma" untuk pendidikan? Tentu saja itu benar kawan. Namun pasti juga dibutuhkan

Kamis, 17 Maret 2011

Kami LELAH

sekolah.jpg

Pak... tas-nya berat banget nih!
Anak ku dengan wajah kecilnya
menunjukkan kelelahan dirinya atas beban yang tersandang di pundaknya.
Ku jemput kelelahan dirinya dalam hatiku,
seraya berkata, 
"sabar sayang, 
sekolah itu menuntut ilmu, 
para penuntut ilmu memiliki tinta 
yang nilainya lebih mulia dari darah seorang syahid".
Anak ku tetap saja, tak berkurang kelelahannya,
tak mengerti dengan ucapan yang ku lontarkan.
Sambil memeluk tubuh kecilnya, ku junjung tubuhnya di atas pundak ku,
sambil berkata pada dunia (dalam hatiku),
"Tunggulah masa depan,
kan datang seorang penguasa atas dirimu,
lihatlah nanti,
siapkah dia menguasai mu,
ataukah kau yang menguasai dirinya".
Walau bagi ku tak penting siapa yang menjadi penguasa nantinya,
tugas ku adalah mempersiapkan dirinya ke gerbang masa depan,
itulah tugasku.
Sekalipun aku sadar tak layak mengharap sesuatu yang unik atau istimewa dari sebuah produk massal,
produk pabrikan,
yang harus seragam,
tak berbeda satu sama lainnya,
melanggar kodrat alamiah yang berlaku.
Pabrik itu bernama SEKOLAH.
Tugasnya adalah menjejalkan 17 - Tujuh Belas - jenis konten yang dinamakan Mata Pelajaran.
Amboi...17 jenis?
untuk tubuh sekecil itu?
untuk jiwa yang muda itu?
Aku lelah harus menyiapkan tubuh kecilnya,
jiwa mudanya itu ke gerbang masa depan.
Anak ku lelah menyuapkan 17 jenis konten tersebut dalam jiwanya.
KAMI LELAH...
Wahai penguasa negri,
bolehkah kami berharap atas dirimu meringankan beban kami?
Apakah kalian adalah Sang Timur Leng
yang diangkat sebagai pemimpin yang layak hanya bagi para rakyat yang dzalim?
Ataukah kami yang dzalim?
sehingga hanya Sang Timur Leng yang layak memimpin kami?
Apapun itu, 
kami tetap cinta kau, INDONESIA.
Darah dan Tulang kami mewarnai bendera negri ini.
Amboi...
Masih tetap mendidih darah kami saat menyanyikan . . .
Indonesia Tanah Air Ku
Tanah Tumpah Darah Ku
Disanalah Aku Berdiri...
Jayalah dirimu,
Jayalah negriku,
Jayalah negri kami,
Sejahteralah dirimu,
Sejahteralah negriku,
Sejahteralah negri kami,
Amboi... 
Indah nian pakcik... 
*mimpiku

SMAngat. Apapun halnya, semoga manfaat.
Hormat saya,
Budi Santoso, ST.
SMAS Ruhul Bayan, Cisauk, Tangerang, BANTEN
semoga berkenan
meninggalkan pesan
saat anda sempat menyudahi
sepuluh jari terangkum erat di depan dahi
sebagai persembahan ucapan terima kasih

Minggu, 13 Februari 2011

Apa sih artinya 20 menit?



"seorang rakyat" (mungkin aku) pernah berfikir, bertanya-tanya dalam hatinya,
Mengapa sih "kampong ku" lebih terbelakang, ketinggalan, dibandingkan "kampong tetangga"?

Suatu pagi "seorang rakyat" itu bertanya pada seorang remaja (mungkin juga aku), yang kebetulan hendak berangkat sekolah,
+ Mau berangkat sekolah nak?
- Iya pak.
+ Kok baru berangkat, memang masuknya jam berapa?
- Kalau aturan yang saya tau sih jam 07.00 pak.
+ Lho, sekarang sudah jam 07.00, apa gak takut telat?
- Biasanya paling cepet jam 07.20 gurunya baru masuk pak
+ Ooohhh...
Remaja itupun ngeloyor dengan (masih) santainya, menuju sekolah???

Aku (juga rakyat kok) mencoba mencari jawaban atas masalah yang dipikirkan "seorang rakyat" itu, namun ku bukan pemerhati sosial, bukan petualang LSM, bukan politikus p+elit, aku cuma pandai berhitung, bekal yang kudapatkan dari pak "killer" yang sungguh matematika, apa yag dibutuhkan matematika? aih... aku butuh data, ku cari-cari data, Alhamdulillah... akhirnya data yang ku butuhkan dapat ku peroleh...
1. jumlah murid, 720 orang
2. jumlah guru, 45 orang
3. hari belajar, 6 hari seminggu
4. minggu effektif, 36 minggu setahun
5. oh ya, 20 menit yang terbuang

aku mulai berhitung...
720 + 45 = 765
765 X 6 hari = 4.590
4.590 X 36 minggu = 165.240
165.240 X 20 menit = 3.304.800 menit
3.304.800 x 60 detik = 198.288.000 detik

ahai... ada 198.288.000 detik yang telah "dibuang" mereka (mungkin juga aku) selama setahun!

Aku akrab dengan padi, beras, karena "kampong ku" penghasil beras, namun entah kenapa "kampong ku" harus membeli beras dari "kampong sebelah". ah... itu terserah urusan tetua "kampong ku" saja lah, aku tak mau ambil pusing dengan urusan dia.

Aku akrab dengan padi, beras, karena setiap hari itulah yang harus kumakan, walaupun perut sudah makan roti, jagung, singkong, atau makanan lainnya, aku belum kenyang sebelum makan nasi.

Aku pernah mencoba menghitung berapa banyak butir beras per kilogram nya, tentu saja tidak utuh 1 kg beras yang aku hitung, namun dengan menghitung butir beras dalam sebuah wadah kecil, bekas minum obat kumur mulut, ku lakukan perhitungan ini 2 kali saja, karena capek juga rupanya menghitung banyak butir beras dalam wadah sekecil itu, hasil hitunganku adalah,

Penghitungan 1, ada 971 butir, aku bulatkan jadi 970 butir
Penghitungan 2, ada 1.029 butir, aku bulatkan jadi 1.030 butir

Kemudian aku isi wadah kecil itu berkali-kali dan aku tuangkan kesebuah timbangan, sampai jarumnya menunjukkan angka 1kg, ternyata ada 35 wadah untu 1kg beras tsb. aku menghitung lagi,
970 X 35 = 33.950 butir beras
1.030 x 35 = 36.050 butir beras
33.950 + 36.050 = 70.000 butir beras
70.000 / 2 = 35.000 butir beras
Jadi kuambil kesimpulan bahwa per 1kg nya ada 35.000 butir beras

Aku coba menghubungkannya dengan ada 198.288.000 detik yang telah "dibuang" mereka (mungkin juga aku) selama setahun! aku mengandaikan bahwa 1 detik yang terbuang adalah bernilai 1 butir beras, aku mencoba menghitung kembali,

198.288.000 detik = 198.288.000 butir beras
198.288.000 / 35.000 = 5.665 kg beras
5.665 kg beras X Rp 7.000 = 39.657.600 rupiah, aku bulatkan jadi 40 juta rupiah

Aih... hanya 20 menit, berarti telah membuang sebesar Rp 40.000.000,- dalam setahun, ini untuk 1 sekolah!
ada berapa sekolah di "kampong ku" ini?
lalu bagaimana yg terjadi pada pembuangan waktu dengan kemacetan di jalan?
di pasar, akibat biaya ekonomi "pungli"
di Instansi Instansi "dalam kampong" yang sering mangkir di warung-warung kopi "tetangga sebelah"

Aku tetap cinta kau "kampong ku"
Aku sampaikan cinta ku padamu, sekalipun dengan cara 'sedikit' berbeda, beda bukan berarti salah kan?

Dukung Tulisan saya dengan cara :
ketik C spasi D
CAPEK DEH.....

Sabtu, 12 Februari 2011

Posting Pertama

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakaatuh
Bapak, Ibu, Nyak, Babe, Paman, Bibi, Ncang, Ncing, Om, Tante, Ayah, Bunda
Ini Posting Pertamaku

tetep SEMANGAT...