Mohon maaf kawan, saya tidak dalam kapasitas menerangkan apakah Wafaq tersebut di tulisan ini.
Kalaupun Anda penasaran sangat dengan guna, bagaimana, buat apa wafaq tersebut, maka saya anjurkan Anda beralih dari tulisan saya ini. Begitupun Saya harap anda bersedia dan berkenan meneruskan membaca tulisan saya ini.
Dalam masyarakat kita, penggunaan wafaq banyak disalahgunakan penggunaannya. Saran saya hanya satu, sebisa mungkin anda bisa membaca atau tahu arti tulisan wafaq tersebut. Apabila anda tidak dalam kapasitas bisa mengetahui dengan baik, maka sebaiknya anda menanyakan lebih dahulu kepada orang lain atau tokoh atau para alim yang mengetahui dengan jelas dan baik apa maksud tulisan tersebut.
Di tulisan ini, saya ingin menyampaikan sebuah gambar yang kebetulan saya terima dari seorang sahabat dekat. Bagi orang yang tidak bisa membacanya, ini dianggap sebagai wafaq, padahal ini samasekali bukan wafaq.
Ini hanyalah tulisan biasa, bahasa kita, bahasa Melayu, bahasa Indonesia. Namun menuliskannya dengan menggunakan aksara Arab.
Ini adalah syair lagu kebangsaan Indonesia, Indonesia Raya, karya Wage Rudolf Supratman. Yang biasa dinyanyikan secara bersama atau oleh paduan suara pada upacara-upacara resmi ataupun upacara kenaikan bendera pada setiap hari Senin pagi.
Tak jarang bentuk gambar ini menjadi candaan yang hangat diantara teman-teman yang bisa membacanya dengan baik kepada rekannya yang belum mengetahui atau belum dapat membacanya dengan baik.
Tapi saya yakin bahwa bentuk gambar ini tidaklah dibuat dengan maksud bercanda, namun sebagai bentuk serius sekaligus penghormatan pada bangsa Indonesia, para pahlawan Nasional, melalui syair dari lagu kebangsaan Indonesia, Indonesia Raya.
Kalau di Sumatera tulisan seperti ini dikenal dengan tulisan Arab Melayu, dan di pulau Jawa tulisan ini ini dikenal dengan Pegon. Bentuk tulisan seperti ini adalah hasil karya dari para ulama Nusantara.
Kita sebagai bangsa Indonesia harus menaruh hormat kepada mereka. Karena bentuk tulisan ini sekalipun menggunakan aksara Arab tapi belum tentu bangsa Arab sendiri sebagai pemilik aksara tersebut bisa membacanya dengan baik.
Sebelum tulisan ini saya selesaikan, ada satu pertanyaan yang saya ajukan kepada para pembaca.
Masihkah mendidih darah anda dengan semangat saat menyanyikan lagu Indonesia Raya ini?
Tentu saja anda tidak perlu menjawabnya dengan lantang. Hanya hati andalah yang tahu jawabannya.
Terimakasih